HTI Press, Purwokerto . Bertempat di RM De Saung Purwokerto, DPD II Hizbut Tahrir Indonesia Kab Banyumas pada hari Ahad (28/12) mengadakan Refleksi Akhir Tahun 2014. Acara yang dikemas santai dan dialogis tersebut diikuti masyarakat dari berbagai kalangan politisi, akademisi, tokoh masyarakat, ormas, tokoh pendidikan,dll. Sebagai pembicara dalam acara tersebut Abdur Rouf (ketua DPD II HTI Banyumas) dan Sulaiman Ibnu Rasyid (Direktur Lingkar Studi Islam Banyumas).
Menurut ketua panitia Refleksi Akhir Tahun, Jadi Wiryono, acara ini dimaksudkan sebagai forum muhasabah, merenung sekaligus mencari solusi agar Indonesia semakin baik ke depan. “Kami melihat ada banyak hal di tahun 2014 yang perlu mendapat perhatian kaum muslimin, dari mulai soal terorisme yang selalu dipaksakan melekat kepada kaum muslimin, bahkan dalam kasus di Ciputat ada 4 Al Qur`an yang dijadikan barang bukti kasus terorisme; juga gonjang ganjing politik murahan yang diperagakan elit politik di negeri ini demi memenangkan kepentingan sesaat masing-masing kelompok,” kata Jadi Wiryono. Tapi, tukas Jadi Wiryono, “tak satupun dari elit politik/parlemen dalam kampanye pencalegan itu bicara soal Islam sebagai solusi, padahal mayoritas mereka muslim dan Islam mempunyai konsep lengkap dan menyeluruh. Bagi kami ini sangat aneh. Mereka seolah-olah malu dan tidak ada yang percaya diri untuk mengajak masyarakat memperjuangkan syariat Islam dalam kampanyenya. Lalu dimana nilai pentingnya mereka sebagai muslim menjadi anggota parlemen?”
Pembicara pertama, Abdur Rouf memaparkan berbagai keprihatinan atas peristiwa yang terjadi di tahun 2014 yang selalu menjadikan kaum muslimin hanya sebagai penonton. Diawali dengan hiruk pikuknya pemilu dan pilpres yang menghabiskan dana dan perhatian amat besar, tetapi hasilnya jauh dari harapan. Kesimpulan ini merujuk pada data bahwa mayoritas anggota parlemen wajah lama yang tidak pernah bersuara lantang menuntut perubahan memperjuangkan Islam. Dalam sistem demokrasi, biaya tinggi saat pencalonan parlemen dan kepala pemerintahan sangat berpotensi korupsi. Apalagi menurut mantan Mendagri Gamawan Fauzi, ada 3000 anggota parlemen periode sebelumnya yang tersangkut kasus korupsi, dan 86,22 % bupati/walikota/gubernur berurusan hukum juga terkait korupsi. “kalo mayoritas kepala daerah terjerat korupsi, lantas siapa yang salah? Sistemnya !!”, kata ketua DPD II HTI Banyumas ini.
Pembicara Kedua Sulaiman Ibnu Rasyid menyoroti keterpurukan kaum muslimin di bidang politik dalam dan luar negeri, sosial dan ekonomi. “ini adalah rekor presiden tercepat yang menaikkan harga BBM sebulan setelah dilantik. Maka tidak heran jika kebijakannya membuat masyarakat marah karena merasa dikhianati. Kebijakan pencabutan subsidi BBM persis seperti bunyi Konsensus Washington, yang juga menuntut privatisasi BUMN dan perdagangan bebas” kata Sulaiman Ibnu Rasyid menjelaskan.
Refleksi akhir tahun merupakan agenda rutin Hizbut Tahrir Indonesia di seluruh kota dan propinsi. Di eks karesidenan Banyumas, acara serupa digelar di Purbalingga, Banjarnegara, Majenang, Sidareja dan Cilacap . Tujuannya mengajak Umat islam untuk berjuang bersama, ber amar makruf nahi munkar, menjelaskan kepada masyarakat tentang Khilafah sesungguhnya. Bahwa khilafah sangat menghargai pluralitas/kemajemukan, Khilafah mengharamkan disintegrasi, khilafah tidak akan memaksa masyarakat yang non muslim untuk pindah agama menjadi muslim, khilafah menjaga kehormatan perempuan, Khilafah tidak boleh diperjuangkan dengan paksaan, ancaman dan kekerasan. Ada indikasi kuat akhir-akhir ini ada pihak semakin gencar untuk mengadu domba kaum muslimin, antara lain dengan mengupload video ancaman terhadap TNI dan Polri di situs youtube, kemudian menggeneralisasi perjuangan Khilafah sebagai tindakan terorisme. Kami berharap masyarakat tidak terpancing, sehingga tidak berujung kebencian terhadap agamanya sendiri, Islam. Kita semua menentang kekerasan. Justru kekerasan terbesar menurut statistik di setiap tahun tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang memperjuangkan khilafah secara benar di Indonesia. Tapi kekerasan banyak dilakukan oleh masyarakat yang tidak puas penegakan hukum sehingga main hakim sendiri, sengketa lahan, penggusuran semena-mena, parpol pengikut pilkada (mendominasi di tahun 2014) dan oknum mahasiswa serta komponen masyarakat lainnya. Khilafah hanya boleh diperjuangkan mengikuti contoh yang pernah diajarkan Rasulullah SAW, yaitu membangun kesadaran umat. Khilafah tidak bisa diperjuangkan oleh satu kelompok saja, tapi butuh sinergitas semua elemen. Dan berperan aktif terlibat dalam perjuangan tegaknya syariah dan khilafah adalah fardhu kifayah atas setiap muslim, tanpa kecuali. Selama belum tegak, maka statusnya fardlu ‘ain. [] Humas
from Hizbut Tahrir Indonesia http://feedproxy.google.com/~r/hizbindonesia/~3/8LYHyIF_PHQ/
via IFTTT
0 komentar:
Posting Komentar